Aku pernah jadi taman sunyi yang diam-diam merindukan matahari, lalu suatu hari, hadir ia seperti mentari pagi yang malu-malu, hangat, lugu, dan penuh janji. Awalnya aku hanya kagum dari jauh, tetapi semesta seperti ikut tersenyum, meniupkan angin harapan lewat bisik-bisik teman yang menggoda, seolah cinta kami sudah dituliskan di balik langit senja. Dan ketika akhirnya dia yang lebih dulu menyapa, aku kira musim semi itu benar-benar datang.
Kami tumbuh seperti dua benih dalam pot yang sama namun terpisah tanah, tapi saling tumbuh. Lalu ia menyatakan cinta, dan aku tolak bukan karena tak merasa, tapi karena ingin tahu, sejauh mana akar kesungguhannya menggali tanahku. Tiga kali badai pengakuan itu datang, tiga kali pula aku goyah namun belum luluh. Aku pikir, jika ia tetap bertahan, maka mungkin akulah tempat ia ingin tumbuh selamanya.
Tapi jarak bukan sekadar kilometer yang memisahkan. Ternyata ada angin dari taman lain yang memikat kelopaknya. Aku tetap percaya, sebab katanya, dia bersumpah. Dan siapa aku, selain bunga yang terlalu percaya pada sinar matahari yang ternyata palsu? Berkali-kali aku basah oleh hujan dusta, tapi aku bertahan, karena cinta ini bukan sekadar hiasan. Hingga akhirnya, aku patah bukan karena badai terlalu kuat, tapi karena aku lelah merawat taman yang dijanjikan, namun dihancurkan dari dalam.
Maka aku pergi. Bukan karena tidak cinta, tapi karena aku memilih mencintai diriku lebih dulu. Kepergianku bukan tanda kalah, tapi tanda bahwa aku belajar bahwa kesetiaan tak layak ditanam di tanah yang tak pernah ingin menetap.
Untuk perempuan yang sedang berdiri di tepi luka. Kamu bukan lemah hanya karena hatimu rapuh, justru kamu hebat karena meski terluka, kamu tetap memilih waras dan berani pergi. Jangan takut ditinggal, karena kamu tak pernah sendiri, hatimu yang utuh adalah rumah terkuatmu🌱✨
#KataGlowvy #Inspirestories
Komentar
Posting Komentar